"Dalam Hidup Santai Hampir Tidak Ada"

Sunday, June 5, 2022

Prinsip penentuan jarak dari satelit GPS ke receiver dengan menggunakan data kode dan data fase.

 1. Data kode/ pseudorange

Pseudorange (pengukuran jarak dengan data kode) merupakan pengukuran jarak berdasarkan korelasi antara kode yang dipancarkan oleh satelit dengan replika kode yang dibuat oleh receiver. Jarak tersebut diperoleh dengan cara mengukur waktu penjalaran sinyal GNSS dari satelit ke antena penerima/receiver. Waktu penjalaran sinyal ditentukan melalui analisis korelasi antara kode yang telah tersimpan pada perangkat penerima dan sinyal GNSS.Pengukuran jarak dengan kode memungkinkan penyajian posisi secara instan, walaupun ketelitiannya lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan data fase.

            Prosedur penentuan jarak dengan data kode (pseudorange), kita mengasumsikan bawasanya jam receiver dan jam satelit sinkron secara sempurna satu sama lain ( Note : Proses sinkronisasi yang dilakukan oleh receiver tidaklah sempurna dan masih mengandung beberapa kesalahan). Ketika sinyal (PRN/ Pseudo-Random Noise code) ditransmisikan dari satelit dan diterima oleh receiver, receiver memproduksi replika kode yang diterima, kemudian receiver membandingkan kode yang diterima dari satelit dengan replikanya dan kemudian menghitung selisih waktu /selang waktu sinyal merambat dari satelit ke receiver. Setelah mendapatkan selang waktu , untuk mendapatkan jarak dari satelit ke receiver kita tinggal mengalikannya dengan cepat rambat cahaya/ gelombang elektromagnetik. 


Gambar 1. Penentuan jarak dengan kode

                                    Sumber  : Slide PPT Perkuliahan 

 2. Data fase

Prinsip penentuan jarak dengan data fase yaitu dilakukan dengan menggeser fase yang dihasilkan oleh penerima untuk melacak fase yang diterima. Secara sederhana, pengukuran fase pembawa menghasilkan jarak fase. Jarak fase sendiri merupakan jumlah gelombang penuh yang teramati dari satelit menuju penerima/receiver. Selama proses tersebut berlangsung, jumlah gelombang penuh dari sinyal pembawa tidak dapat ditentukan pada awal pemancaran sinyal, yang lumrah disebut sebagai ambiguitas fase. Kendati demikian, apabila ambiguitas fase tersebut dapat ditentukan secara tepat melalui beberapa pendekatan, seperti pendekatan LAMBDA (Teunissen, et al., 1995).

Jarak yang terukur merupakan hasil penjumlahan antara gelombang penuh (cycles) yang terukur dengan nilai fraksional gelombang terakhir (saat diterima receiver) dan gelombang awal (saat dipancarkan oleh satelit) yang kemudian dikalikan dengan panjang gelombangnya (lambda). Jarak yang ditentukan dengan prinsip pengukuran data fase lebih teliti dibandingkan dengan jarak yang ditentukan dengan menggunakan data kode karena resolusi data fase jauh lebih kecil dibandingkan dengan resolusi data kode. Hal lain yang membuat jarak fase lebih teliti dibandingkan dengan psedorange dapat dilihat dari Noise (1% dari panjang gelombang) pada pseudorange untuk kode P(Y) memiliki Noise 0.3m dan kode C/A 3m sedangkan jarak fase untuk L1 memiliki Noise 1.9 mm dan L2 memiliki Noise 2.4 mm. Sama halnya jika dilihat dari efek multipath untuk pseudorange kode P(Y) 30 m dan kode C/A 300m sedangkan untuk jarak fase L1 4.8 cm dan L2 6.1 cm. Sehingga dari data tersebut kita dapat menyimpulkan alasan mengapa jarak yang ditentukan dengan prinsip pengukuran data fase lebih teliti dibandingkan dengan jarak yang ditentukan dengan menggunakan data kode.

Gambar 2. Penentuan jarak dengan fase

                                                   Sumber  : Slide PPT Perkuliahan 

Global Positioning System

        1.1. Sejarah Global Positioning System 

GPS memiliki asal-usulnya di era Sputnik ketika para ilmuwan dapat melacak satelit dengan pergeseran sinyal radionya yang dikenal sebagai "Efek Doppler." Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan eksperimen navigasi satelit pada pertengahan 1960-an untuk melacak kapal selam AS yang membawa rudal nuklir. Dengan enam satelit yang mengorbit kutub, kapal selam mampu mengamati perubahan satelit di Doppler dan menentukan lokasi kapal selam dalam hitungan menit. Pada awal 1970-an, Departemen Pertahanan (DoD) ingin memastikan sistem navigasi satelit yang kuat dan stabil akan tersedia. Merangkul ide-ide sebelumnya dari para ilmuwan Angkatan Laut, DoD memutuskan untuk menggunakan satelit untuk mendukung sistem navigasi yang mereka usulkan. DoD kemudian menindaklanjuti dan meluncurkan Sistem Navigasi pertamanya dengan satelit Timing and Ranging (NAVSTAR) pada tahun 1978. 24 sistem satelit menjadi beroperasi penuh pada tahun 1993. Adapun stakeholder yang membangun sistem GPS selain Departemen Pertahanan.

Diagram 1. Struktur organisasi Komite Eksekutif PNT 0berbasis Antariksa Nasional Amerika Serikat.

Sumber : Hofmann-Wellenhof et.al. 2007. GNSS-Global Navigation Satellite Systems. SpringerWienNewYork. Halaman. 312

Tahun

GPS History

1957

Uni Soviet meluncurkan satelit Sputnik I.

1959

Angkatan Laut AS membangun satelit sistem Transit untuk melacak kapal selam.

1963

Aerospace Corporation menyelesaikan studi militer, meletakkan dasar bagi sistem GPS modern.

1974

Satelit uji NAVSTAR pertama diluncurkan oleh AS.

1978

AS memulai peluncuran 11 satelit uji sebagai bagian dari program GPS Blok I mereka.

1983

Setelah kecelakaan Korean Air Lines Flight 007, AS mengumumkan akan membuat GPS, tersedia untuk digunakan warga sipil untuk meningkatkan navigasi dan meningkatkan keselamatan lalu lintas udara.

1985

Pemerintah AS membuka kontrak dengan perusahaan swasta untuk membuat penerima GPS portabel.

1989

Perusahaan GPS, Magellan, memperkenalkan perangkat GPS genggam pertama, NAV 1000. Satelit pertama yang beroperasi penuh diluncurkan oleh Angkatan Udara AS sebagai bagian dari program Blok II mereka.

1990

Departemen Pertahanan AS mulai mengurangi keakuratan pembacaan GPS untuk penggunaan non-militer, menyatakan ketakutan akan musuh mendapatkan keuntungan militer sebagai alasan di balik keputusan tersebut. Ini dikenal sebagai ketersediaan selektif.

1991

GPS memainkan peran penting dalam operasi AS selama Perang Teluk, meskipun sistem tidak beroperasi penuh.

1995

Militer AS menyatakan Full Operational Capability (FOC)dari semua 24 satelit di konstelasi GPS.

1998

Wakil Presiden AS Al Gore mengumumkan rencana untuk satelit GPS III untuk mengirim dua sinyal tambahan untuk penggunaan sipil dan pesawat.

1999

Produsen ponsel, Benefon, memperkenalkan ponsel GPS komersial pertama.

2000

AS mengakhiri Ketersediaan Selektif, memungkinkan penggunaan dan inovasi GPS komersial yang lebih besar.

2004

Perusahaan elektronik AS, Qualcomm, berhasil menyelesaikan tes GPS bantuan langsung pada ponsel, yang memungkinkan sinyal seluler dan GPS bergabung untuk akurasi lokasi yang lebih baik.

2005

satelit Blok IIR pertama diluncurkan, satelit ini memungkinkan untuk saluran GPS sipil khusus.

2010

AS meluncurkan satelit Blok IIF pertama dari 12. Ini adalah satelit pertama yang diluncurkan sebagai bagian dari Evolved Expendable Launch Vehicle (EELV), atau dikenal sebagai roket modern.

2016

Satelit Blok IIF terakhir diluncurkan, menandai berakhirnya program Blok II yang luas yang berlangsung dari tahun 1989 hingga 2016.

2018

Angkatan Udara AS berhasil meluncurkan satelit GPS III pertama.

2019

Satelit GPS III kedua diluncurkan dari Cape Canaveral oleh SpaceX Falcon 9.

2020

Angkatan Luar Angkasa AS mengumumkan bahwa karena pandemi COVID-19, peluncuran SpaceX dari satelit GPS III-3 tertunda.

Tabel .1 GPS History

Sumber Informasi : www.geotab.com

            1.2 Segmen Satelit

Segmen angkasa GPS terdiri dari satelit satelit GPS serta roket-roket Delta peluncur satelit dari Cape Canaveral di Florida, Amerika Serikat. Per tanggal 15 Juni 2021, ada totoal 31 satelit operasional di konstelasi GPS, tidak termasuk cadangan on-orbit yang dinonaktifkan.

                            Gambar. 2 GPS Heritage

                                    Sumber : www.lockheedmartin.com

             1.3 Segmen Sistem Kontrol GPS

Segmen sistem kontrol GPS berfungsi mengontrol dan memantau operasional semua satelit GPS dan memastikan bahwa semua satelit berfungsi sebagaimana mestinya. Didalam buku Satellite Geodesy Hal. 217, Seeber , 2003 Tugas-tugas dari Segmen Kontrol adalah untuk [Russel, Schaibly, 1980; Misra, Enge,2001] :

1.     Terus memantau dan mengendalikan sistem satelit,

2.     Menentukan waktu sistem GPS,

3.     memprediksi ephemerides satelit dan perilaku jam satelit,

4.     secara berkala memperbarui pesan navigasi untuk setiap satelit tertentu, dan

5.     perintah manuver kecil untuk mempertahankan orbit, atau pindah untuk menggantikan satelit yang tidak sehat.

Segmen kontrol dari GPS disusun oleh stasiun kontrol utama (MCS), jaringan stasiun pengamat (MS) ,dan antena (GA). Stasiun kontrol utama dari sistem GPS berada di Colorado Amerika Serikat.


Analisis Peta Kerawanan Bencana Erosi Desa Jatiroke

Metode analisis yang digunakan adalah metode USLE. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan sebuah metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan kehilangan tanah akibat erosi. Metode ini memungkinkan untuk memprediksi laju erosi tahunan rata-rata jangka panjang suatu tempat yang memiliki kecuraman lereng dengan pola curah hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman, jenis tanah, dan tindakan konservasi lahan (praktik pengelolaan).[1] Dalam proses pembuatan peta kerawanan bencana erosi Desa Jatiroke dilakukan overlay/ intersect karena perlu penggabungan 5 buah set data spasial, diantaranya data faktor R (faktor erosivitas curah hujan), faktor LS (faktor panjang dan gradien slope), faktor P (faktor konservasi),  faktor K (faktor erodibilitas), dan faktor C (faktor tutupan lahan) yang tujuannya untuk mendapat hasil akhir berupa tingkat bahaya erosi yang diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan (kategori). Informasi klasifikasi tingkat bahaya erosi pada peta didasarkan pada hasil perkalian nilai/indeks 5 faktor tersebut (TBE). Hasil analisis menunjukan bahwa laju erosi di Desa Jatiroke didominasi oleh tingkat sangat ringan (TBE < 15) seluas 3146872.142  , kemudian tingkat ringan (15 < TBE < 60) seluas 45886.73461 , dan terakhir tingkat sedang (60 < TBE < 180) seluas 102.4683702 . Luas lahan tersebut didapat dari pengolahan data pada ArcGIS dengan sistem proyeksi Mollweide (equal area).

Dengan demikian, kerentanan erosi Desa Jatiroke masih berada pada batas yang diperbolehkan akan tetapi perlu terus diperhatikan dan dilakukan monitoring secara berkala karena terdapat daerah yang memiliki tingkat laju erosi sedang. Maka dari itu untuk memperkecil kemungkinan terjadinya erosi perlu dilakukan strategi konservasi tanah yang baik dengan tindakan agronomi yang memanfaatkan peran vegetasi untuk melindungi tanah dari erosi. Oleh karena itu, pemilihan vegetasi dan pengelolaan tanaman tutupan lahan perlu diperhatikan. Vegetasi untuk tutupan lahan yang baik (nilai faktor C rendah) adalah sawah beririgasi, sawah tadah hujan, bambu, dan kopi. Kemudian perlu diperhatikan pula teknik konservasi tanah dengan tindakan mekanis yang memanfaatkan pengelolaan tanah karena berkaitan dengan cara-cara menyiapkan tanah untuk mendorong pertumbuhan tanaman dan meningkatkan struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi, misalnya pemasangan/pembuatan teras untuk mengontrol aliran air dan udara. Teras yang cocok dengan nilai indeks konservasi tanah yang rendah adalah teras bangku (Benchh Terrace, good).[2] Kedua alternatif tersebut perlu dibarengi dengan kerja sama yang baik antara pemerintah sebagai pengambil kebijakan dengan masyarakat setempat, agar informasi tersebut dapat tersampaikan dan terealisasi dengan baik.[3]



[1] Yeza Febriani, “PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODA USLE PADA DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH DI DAERAH JALUR LINTAS BENGKULU-KEPAHIANG,” 2013, 6.

[2] R. P. C. Morgan, Soil Erosion and Conservation, 3rd ed (Malden, MA: Blackwell Pub, 2005).

[3] Q A’yunin, “PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE DI LERENG TIMUR GUNUNG SINDORO,” 2008, 55.